MEDAN – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menegaskan tetap akan berada di belakang Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Semua lembaga pasti ada masalahnya. Namun meninggalkan Polri hanya akan memperburuk situasi di negeri ini.
“Polri juga berat masalahnya. Tapi kita tidak mungkin meninggalkan Polri. Kita harus terus mensuport dan berada di belakang Polri,” kata Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf di sela memberikan sambutan Kaderrisasi Wilayah NU Sumatera Utara ke XVIII di Medan, Jumat (9/9/2022).
Negara mana pun, termasuk Indonesia, membutuhkan polisi yang solid kuat dan disuport penuh segenap elemen bangsa.
“Kalau Polri kita tinggal maka negara ini akan hancur. Semua memang ada masalahnya. Tapi kita tetap harus berada di belakang Polri termasuk berada di belakang negara ini,” ujarnya.
Sebagai organisasi yang turut dalam mendirikan negeri, NU juga memiliki tanggung jawab untuk menjaga keberlangsungan NKRI.
“Karena NU ini berada di belakang berdirinya negara ini. NU memiliki tanggung jawab untuk bersama menjaga bangsa dan negara ini,” kata dia.
Agustus lalu, lembaga Survei Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei persepsi publik terhadap Polri, pasca mencuatnya kasus pembunuhan Brigadir Yosua oleh mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo
Hasilnya? Ada penurunan kepecayaan masyarakat kepada Polri pasca peristiwa pembunuhan Yosua.
Survei Indikator menyebut pada Mei 2022 kepercayaan masyarakat kepada Polri berada pada tingkat 66,7 persen, namun pada Agustus 2022 atau setelah kasus pembunuhan Yosua muncul ke publik kepercayaan masyarakat kepada Polri menurun menjadi 54,4 persen.
Survei juga mengukur kepercayaan publik pada polisi, dalam penuntasan kasus pembunuhan Yosua.