Ini Peryataan DPP AP2I Tentang Problematika ABK Migran Di Kedai Nyong Kopi Slawi

Berita, Uncategorized145 Dilihat

22 Mei 2022

Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pekerja Perikanan Indonesia (DPP AP2I) menyatakan tidak ada tumpang tindih regulasi mengenai perekrutan dan penempatan awak kapal Indonesia yang bekerja atau dipekerjakan di kapal berbendera asing di luar negeri.

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum AP2I, Imam Syafi’i disela acara Diskusi Publik yang diselenggarakan oleh Persatuan Badan Eksekutif Mahasiswa Brebes Tegal Slawi (PBB) dengan tema “Mengurai Benang Kusut Problematika ABK Migran” di Kedai Nyong Kopi Slawi, Sabtu 21 Mei 2022 kemarin.

Selain AP2I, diskusi tersebut juga dihadiri oleh mahasiswa dari Brebes dan Tegal, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), PT Maritim Sinar Berlian dan Greenpeace Indonesia.

Salah satu poin yang mencuat dan hangat dalam diskusi tersebut adalah persoalan perizinan perusahaan perekrut dan pengirim awak kapal, yakni antara SIP3MI (Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia) yang diterbitkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan dengan SIUPPAK (Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal) yang diterbitkan oleh Kementerian Perhubungan yang dinilai tumpang tindih.

Menanggapi hal itu, Ketua Umum AP2I Imam Syafi’i dalam diskusi berpendapat bahwa tidak ada tumpang tindih regulasi. Jika kita memahami dengan baik asas-asas hukum di Indonesia maka jelas perizinan perusahaan perekrutan dan penempatan awak kapal mengacu pada SIUPPAK yang diterbitkan oleh Kementerian Perhubungan.

“Meskipun ketentuan dalam UU No 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia mewajibkan setiap perusahaan untuk memiliki “mengurus” SIP3MI termasuk bagi perusahaan perekrut dan pengirim awak kapal ke luar negeri, tetapi ketentuan tersebut dikesampingkan dan yang diprioritaskan “diutamakan” adalah kepemilikan SIUPPAK,” ujarnya ketika dihubungi oleh redaksi mutiaraindotv.com melalui sambungan telephone, Minggu 22 Mei 2022.

Lanjut Imam, argumentasi di atas, bukan tanpa dasar. Pasalnya, ada dua asas hukum di Indonesia yang mendukungnya yang diantaranya, pertama adalah asas hukum lex specialis derogat lex generalis adalah salah satu asas hukum, yang mengandung makna bahwa aturan hukum yang khusus akan mengesampingkan aturan hukum yang umum.

Kemudian yang kedua, lanjut Imam Syafi’i, yakni azas metaprinciple yang mengatakan “lex posterior generalis, non derogat legi priori specialis” (Philipus M. Hadjon, Titiek Sri Djatmiati, “Argumentasi Hukum”, Gajah Mada University Press, hal. 54, vide Gert Frederik M, dalam P.W. Brouwer, hal. 215). Artinya UU –yang terbit– kemudian yang generalis (bersifat umum) tidak mengalahkan (mengesampingkan) pendahulunya yang spesialis (bersifat khusus).

“SIUPPAK adalah produk dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus bagi awak kapal dari Kitab Undang Hukum Dagang “KUHD” dan aturan pelengkapnya seperti Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan dan aturan-aturan turunannya,” terangnya.
Sementara, SIP3MI adalah produk dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat umum bagi awak kapal, karena keberlakuannya untuk semua pekerja migran Indonesia di beberapa sektor, bukan hanya khusus untuk awak kapal.

“Perselisihan awak kapal dengan perusahaan kan timbul dari anggapan bahwa perjanjian kerja yang tidak adil (terkesan lebih memberatkan awak kapal), nah mari kita bareng-bareng dorong Pemerintah agar segera bisa terbitkan PP Perjanjian Kerja Awak Kapal mandat Pasal 153 UU Pelayaran itu,” Jelas Ketua Umum AP2I Imam Syafi’i.

Penulis : Pratikno

Editor    : Tkn

Sumber : DPP AP2I

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *