Incarkasus.com, Batu Bara 30 November 2020
Jalan produksi perikanan Desa Prupuk Kecamatan Lima Puluh Pesisir yang diduga beralih fungsi menjadi bagian dari pemanfaatan hutan sebagai taman wisata alam terus menuai kritik dari berbagai elemen.
Pasalnya di lokasi pembangunan rehab jalan produksi perikanan dan taman wisata alam telah terjadi klaim atau sengketa kepemilikan atas lahan antara Dinas Kehutanan dan pemilik lahan.
Menurut Elfi Haris, salah seorang yang mengingat sejarah pantai Perupuk, dalam postingannya di Facebook dan diberitakan di berbagai media online dan cetak, lahan yang diklaim sebagai kawasan hutan oleh Dinas kehutanan diduga sebagian berdiri diatas hak kepemilikan lahan orang lain.
Disebutkan Elfi, Pantai Sejarah itu tempat masyarakat Desa Perupuk bermain, dulu dilokasi pantai tidak ada hutan, melainkan pasir putih dan bangunan pusat penelitian udang dan perumahan karyawan.
“Seandainya kita berasumsi ini jalur hijau, maka tidak boleh dilakukan penebangan pohon, apalagi mendirikan bangunan. meskipun itu bangunan pemerintah. Akan tetapi saat ini dipantai sejarah berdiri kokoh Kantor pemerintahan”, papar Elfi.
Kalau saat ini pemerintah masih mengeluarkan Hak Pengelolaan untuk tanah yang telah memiliki bukti kepemilikan yang sah, pasti ada kekeliruan. Karena
dampak dari kekeliruan itu cukup besar; masyarakat bisa kehilangan Hak Milik atas tanah, atau sebaliknya pemegang Hak Pengelolaan tidak mempunyai kawasan yang akan di kelola.
“Masyarakat mengklaim atas lahan tersebut karena mempunyai surat yang sah yang dikeluarkan oleh pemerintah, baik itu SK Camat, Notaris, Kepala Desa ataupun mungkin sudah ada yang bersertifikat BPN, tutup Elfi.
Menanggapi pernyataan tersebut, Ketua Investigasi BPI KPNPA RI Batu Bara, Darmansyah, Senin (30/112020) mengatakan, sesuai Peraturan Menteri Kehutanan No. P.37/MENHUT-ll/2007 tentang hutan kemasyarakatan, sesuai Pasal 6 bahwa, kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan adalah kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi.
Pada Pasal 7 disebutkan bahwa, kawasan hutan lindung dan hutan produksi dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan dengan ketentuan, belum dibebani hak atau izin dalam pemanfaatan hasil hutan, dan
menjadi sumber mata pencaharian masyarakat setempat.
Dan Bagian Kedua pasal 2 tentang Azas dan Prinsip, menyebutkan harus bermanfaat dan lestari secara ekologi, ekonomi, sosial dan budaya;
musyawarah-mufakat dan keadilan. Tidak mengubah status dan fungsi kawasan hutan, pemanfaatan hasil hutan kayu hanya dapat dilakukan dari hasil kegiatan penanaman.
Mempertimbangkan keanekaragaman hayati dan keanekaragaman budaya,
menumbuh kembangkan keanekaragaman komoditas dan jasa, meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan, memerankan masyarakat sebagai pelaku utama.
Lanjut Darman, pemanfaatan dan pengelolaan hutan harus menganut prinsip, adanya kepastian hukum, transparansi dan akuntabilitas publik, serta partisipatif dalam pengambilan keputusan.
Sedangkan areal Kerja Hutan Kemasyarakatan adalah kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi harus sesuai dengan ketentuan,
belum dibebani hak atau izin dalam pemanfaatan hasil hutan, dan menjadi sumber mata pencaharian masyarakat setempat. BPI “KPNPA RI menduga adanya pelanggar peraturan dan perundang-undangan dalam pelaksanaan pembangunan rehab jalan produksi perikanan dan taman wisata alam tersebut”, ucap Darmansyah.
EP/ Batu Bara