Wajah Hukum Kembali Tercoreng, Diduga Minta Jaminan BPKB Rp 50 Juta, Penyidik Polsek Deli Tua Harus Diusut Tuntas

Uncategorized20 Dilihat

Incarkasus.com. Medan, 9 Agustus 2025

Satu lagi potret buram wajah penegakan Hukum di Indonesia kembali  terpampang, untuk kali ini, aroma busuk tercium dari Polsek Deli Tua, Sumatera Utara. Diduga  seorang penyidik dengan entengnya, meminta empat BPKB dan uang senilai Rp 50 juta sebagai “jaminan” pembebasan terhadap empat warga yang ditangkap tanpa surat penangkapan.

Jika tuduhan itu benar, maka kita tidak sedang membicarakan pelanggaran prosedur biasa, hal tersebut merupakan  dugaan pemerasan secara terang-terangan oleh aparat penegak Hukum,  lebih tepatnya, perampokan berseragam.

Keempat warga yang ditangkap RS, SN, AA, dan EI ditangani dengan cara yang mencederai seluruh prinsip due process of law. Mereka dibawa ke Mapolsek Deli tua, Sabtu 2 Agustus 2025 tanpa satu pun surat penangkapan, lalu ditahan selama 28 jam. Melebihi batas maksimal 1×24 jam untuk pemeriksaan awal tanpa status tersangka.

Mereka baru dibebaskan setelah  menurut pengakuan , “menyerahkan” empat BPKB sepeda motor dan diminta Penyidik  membayar senilai Rp 50 juta.

Menurut penuturan korban SN, penyidik berinisial Yopi terang-terangan menyodorkan angka dan syarat: BPKB dan uang. Bukan berdasarkan hasil penyelidikan, bukan berdasarkan bukti, tapi berdasarkan “kesepakatan”.

Ke empat BPKB sepeda motor kami ditahan penyidik sebagai jaminan ,setelah kami menyerahkan uang 50 juta,BPKB itu baru dikembalikan, kami pun di harus kan wajib lapor setiap Selasa – kamis datang ke Polsek”, cetus salah satu dari mereka.

Lebih ironis, pelaku utama kasus pencurian yang menjadi akar perkara hingga kini belum ditangkap. Justru warga yang membeli barang (buku) secara sah dan tanpa pengetahuan soal asal-usulnya, dijadikan sasaran utama penyidik. Sementara aktor intelektual dan pelaku utama dibiarkan bebas.

Salah tangkap, salah prosedur, salah niat. Hukum kita benar-benar dikoyak dari dalam.

Tak cukup sampai di situ. Saat awak media mencoba konfirmasi, Kanit Reskrim Deli tua Iptu Junaidi justru menolak menjawab panggilan. Sebuah sikap yang bukan saja tidak profesional, tapi mencerminkan arogansi kekuasaan kecil yang merasa tak tersentuh.

Dalam situasi seperti ini, publik berhak menuntut penjelasan terbuka dari Kapolrestabes Medan, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan. Sebab diam di tengah isu seperti ini bukan netral diam adalah keberpihakan terhadap pelanggaran.

Jika tidak ada langkah cepat, maka Polri bukan hanya kehilangan wibawa. Ia kehilangan kepercayaan. Dan kepercayaan publik yang hilang bukan sekadar soal reputasi tapi soal eksistensi lembaga penegak hukum itu sendiri.

  1. Audit investigatif menyeluruh terhadap penyidik Polsek Deli Tua, terutama oknum berinisial Yopi.
  2. Proses hukum terbuka, bukan hanya etik internal. Jika terbukti bersalah, copot dan bawa ke meja hijau.
  3. Penangkapan pelaku utama kasus pencurian yang menjadi akar perkara.
  4. Klarifikasi resmi dari Kapolrestabes Medan, untuk menjawab kegelisahan publik secara transparan.

Polri bukan institusi yang dibentuk untuk menyakiti warga. Tapi jika ada oknum yang menjadikan seragam sebagai alat menindas, maka institusi wajib membersihkan dirinya.

Hukum adalah panglima. Tapi jika panglima itu sendiri ikut menjarah, lalu di mana lagi rakyat bisa mencari keadilan?

Dan jika media pun bungkam, maka siapa yang akan bersuara untuk mereka yang diinjak oleh kekuasaan ?

Tim.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *