Korsel Tempatkan ASEAN Sebagai Epicentrum Dinamika Kawasan Indo-Pasifik

Berita, Internasional382 Dilihat

21 Desember 2022

Republik Korea atau Korea Selatan menempatkan Asia Tenggara sebagai epicentrum dari berbagai dinamika yang tengah terjadi di kawasan Indo Pasifik. Karena itulah di arena KTT ASEAN di Phnom Penh, Kamboja, bulan November lalu, Presiden Korsel Yoon Suk-yeol memperkenalkan kebijakan baru yang disebut Korea-ASEAN Solidarity Initiative (KASI). 

Dalam kebijakan baru itu, Korea Selatan memberikan perhatian utama pada promosi kemerdekaan, perdamaian, dan kesejahteraan kawasan Indo-Pasifik yang secara signifikan mengalami peningkatan strategis di tengah persaingan Amerika Serikat dan Republik Rakyat China. 

Ketika memperkenalkan KASI di KTT ASEAN, Presiden Yoon mengatakan, dirinya berkomitmen ikut membangun kawasan Indo-Pasifik yang bebas, damai, dan sejahtera melalui solidaritas dan kerjasama dengan ASEAN dan negara-negara besar lainnya.

Elemen kunci dari strategi ini diawali dengan memperkuat tatanan internasional berbasis aturan yang dibangun di atas nilai-nilai universal, yang kemudian diikuti peningkatan tatanan regional yang harmonis di mana negara-negara di kawasan saling menghormati hak dan kepentingan masing-masing, juga mencari keuntungan bersama.

Selain itu, Korea Selatan juga ingin memastikan kerjasama yang kuat dengan negara-negara di kawasan di bidang non-proliferasi nuklir, anti-terorisme, serta keamanan maritim, siber, dan kesehatan. Adapun tiga visi utama KASI adalah kebebasan, perdamaian, dan kemakmuran, yang diperkuat oleh tiga prinsip kerja sama yaitu inklusivitas, kepercayaan, dan timbal balik.

Demikian disampaikan CEO RMOL Network yang juga Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Teguh Santosa mengawali Seminar Internasional bertema “Korea-ASEAN Solidarity Initiatives: Epicentrum Peace and Prosperity the Indo-Pacific” di Auditorium Griya Legita, Universitas Pertamina, Jakarta Selatan, Selasa (20/12). 

Dalam sambutannya, Teguh mengatakan, dirinya berharap seminar ini dapat semakin meningkatkan saling pengertian antara masyarakat ASEAN, khususnya masyarakat Indonesia sebagai salah satu negara kunci di kawasan, dengan masyarakat Korea Selatan. Karena itu dia pun berharap, media massa khususnya yang tergabung dengan JMSI ikut mengambil peran dalam mensosialisasikan hal ini.

Hadir dalam seminar internasional itu antara lain Duta Besar Republik Korea untuk ASEAN Kwon Hee-seog, Rektor Universitas Pertamina Prof. IGN Wiratmaja Puja, Dekan Fakultas Komunikasi dan Diplomasi Universitas Pertamina Dr. Dewi Hanggraeni, Ketua Bidang Kerjasama Antar Lembaga JMSI Khalid Zabidi, dan Ketua Bidang Koordinasi Program JMSI Akhiruddin Mahjuddin. 

Rezasyah mengingatkan bahwa netralitas ASEAN di tengah persaingan di kawasan harus tetap berpegang teguh pada Perspektif ASEAN tentang Indo-Pasifik (AOIP).

Dengan mempertimbangkan hal itu, dosen Universitas Padjadjaran ini menegaskan, KASI bukan merupakan strategi persaingan global, melainkan strategi untuk membangun perdamaian dan kesejahteraan dunia, dan diharapkan dapat mendorong kreativitas dalam mewujudkan hal itu. 

Sementara dosen LSPR Jakarta Abhiram Singh Yadav yang berbicara di sesi pertama mengatakan, strategi baru ASEAN Centrality dengan dukungan inisiatif Korea akan menentukan dengan jelas bagaimana dan sejauh mana negara-negara ASEAN dan major powers lainnya dapat bekerja sama dengan China dalam konteks yang inklusif.

Pembicara lain di sesi pertama, Atase Keuangan Republik Korea untuk ASEAN Teakdong Kim menjelaskan berbagai hal yang dapat dilakukan untuk membangun sektor keuangan yang inklusif di ASEAN. Misalnya membangun sistem yang dapat mendukung pelaku sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di ASEAN. Atau, membantu transformasi bank lokal/perdesaan menjadi bank digital dengan memberikan pendidikan, pelatihan, dan platform bersama yang diperlukan.

Korea Selatan juga memiliki komitmen untuk menyediakan program konsultasi dan pelatihan yang disesuaikan dengan kondisi dan aturan otoritas keuangan negara-negara anggota ASEAN. Selain itu, juga perlu dikembangkan kerjasama ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) untuk memantau risiko keuangan di kawasan dan menemukan proyek kerja sama yang potensial. 

Rel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *