Incarkasus.com, Batu Bara 01 Oktober 2021
Sidang lapangan kasus salah objek pembebasan lahan untuk pembangunan Pelabuhan Multi Purpose Kuala Tanjung di Kab. Batubara, Jumat (1/10) diwarnai aksi demo warga yang merasa senasib, karena hak-haknya diabaikan.
Sidang lapangan yang dilaksanakan oleh PN Kisaran di Dusun III Alai Desa Kuala Tanjung Kab. Batubara dipimpin oleh Hakim Miduk SH dengan penggugat Amos Hasibuan yang didampingi kuasa hukumnya Ali Umar SH, namun tidak dihadiri oleh tergugat I BPN Asahan, tergugat II PT Pelindo dan turut tergugat Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP).
Dijelaskan Ali Umar, gugatan melawan hukum yang disampaikan Amos Hasibuan ini adalah salah satu bukti carut marutnya pembebasan lahan di Kuala Tanjung, yang tidak taat asas. Padahal pada pasal 2 dalam UU nomor 12 tahun 2012 itu mengamanatkan pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan berdasarkan asas kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan, kepastian, keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan, keberlanjutan dan keselarasan.
Kepada wartawan, Amos Hasibuan mengaku tidak pernah bertemu dengan pihak manapun terkait tanahnya termasuk dalam pembebasan lahan untuk pembangunan Pelabuhan Terminal Multi Purpose tersebut.
“Tiba tiba pada 24 Juli 2018 saya menerima surat berita acara penawaran sekaligus penitipan uang ganti kerugian atau konsinyasi dari Pengadilan Negeri Kisaran atas tanah saya yang luasnya 128 meter sebanyak Rp169 juta lebih,” kata Amos.
Sebenarnya Amos tidak terima tanahnya dihargai seperti itu, sebab sebelumnya saat pembebasan lahan oleh PT KAI dengan ukuran yang hampir sama ia menerima lebih dari itu. Dikarenakan masalah kesehatannya akhirnya ia menerima penawaran itu.
“Di situlah terbongkarnya masalah ini, ternyata lahan yang dieksekusi oleh PN Kisaran itu tidak sesuai dengan surat alas hak tanah itu,” ujar Amos.
Dijelaskannya, saat dia akan mencairkan uang konsinyasi yang dititip di PN Kisaran ia menyurati BPN Asahan. Ternyata uang itu menurut BPN tidak bisa dibayarkan karena objeknya salah dengan yang dihitung yang dananya sudah dititipkan di pengadilan. “Ke penjara kami kalau kami bayarkan tanah ini,” ujar Amos menirukan jawaban petugas BPN yang ditemuinya waktu itu.
Amos memiliki dua tapak rumah yang jaraknya hampir satu kilometer. Yang satu atas nama Amos Hasibuan dan satunya lagi atas nama AP Hasibuan.
Semua surat yang diterimanya dari PN Kisaran terkait penawaran dan eksekusi itu tertulis nama Amos Hasibuan, sedang objek yang dihitung dan dikonsinyasikan dananya adalah tanah yang suratnya atas nama AP Hasibuan.
Tetapi yang dieksekusi berdasarkan surat pemberitahuan pelaksanaan eksekusi pengosongan oleh PN Kisaran No: W2.U11/2973/HT.04.10/IX/2018 tentang perintah pengosongan dan eksekusi itu adalah bidang tanah atas nama AP Hasibuan yang luasnya 128 M2.
Diperkuat pula dengan surat BPN Asahan Nomor : 756/12.500/IX/2018 perihal pemberitahuan pemutusan hubungan hukum antara Amos Hasibuan dengan tanah seluas 128 m2.
Anehnya rumah yang diruntuhkan adalah tanah yang atas nama Amos Hasibuan luasnya 100,375 M2.
Sidang lapangan ini berlangsung dengan aman dan tertib, meski diwarnai aksi demo 29 warga yang juga merasa senasib. Karena pembebasan lahan mereka sampai saat ini belum mendapatkan keadilan.
Dalam aksi unjuk rasa warga menuntut agar PT Pelindo menaikkan nilai ganti rugi yang dinilai sangat rendah dengan harga 350 ribu permeter, Warga juga merasa kecewa karena PT Pelindo terkesan tebang pilih dalam menetapkan harga tanah, dimana disekitar lokasi yang sama didapati perbedaan dengan selisih nilai ganti rugi hingga 80 Persen lebih tinggi di dusun III Alai, Desa Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara.
Sementara itu ketika dikonfirmasi via WhatsApp Kuasa hukum PT Pelindo Margareta mengaku belum bisa dikonfirmasi dan tidak memiliki kapasitas untuk memberikan keterangan dan
“Selamat sore pak, Mohon maaf pak saya belum bisa konfirmasi krn trkait hal tsb bukan di kapasitas bidang kami pak. Klo mmg mau berkomunikasi scr formil mungkin bisa kebagian humas kami ya pak. Terima kasih”
FP