Incarkasus.com 20 April 2025
Di tengah gegap gempita program Universal Health Coverage (UHC) yang diklaim sudah menjamin layanan kesehatan gratis bagi seluruh masyarakat, nasib malang justru menimpa seorang anak perempuan berusia lima tahun di Dusun IV, Desa Suka Raja, Kecamatan Air Putih, Kabupaten Batu Bara.

Yulia Khairia, bocah malang yang kini terbaring lemah karena kelumpuhan, adalah cermin buram dari sistem kesehatan dan perlindungan sosial yang tidak menyentuh akar persoalan masyarakat miskin.
Sudah 11 bulan lamanya Yulia menderita, dan kedua orang tuanya, Ahmad Qulbi (32) dan Irma (31), hanya bisa pasrah karena keterbatasan ekonomi membuat mereka kesulitan memenuhi kebutuhan dasar pengobatan Yulia, termasuk susu dan selang NGT.

“Dulu waktu usia empat tahun, anak kami masih normal, tiba-tiba terjatuh dan tidak bisa berdiri lagi. Kami sudah bawa ke RSUD Batu Bara dan sempat dirujuk ke RS Adam Malik.
Tapi setelah dirawat sembilan hari, kami disuruh pulang, dan sejak itu semua pengobatan kami lakukan sendiri di rumah,” kata Ahmad dengan mata berkaca.
Ironisnya, di saat pemerintah seharusnya hadir, yang ada justru rakyat kecil harus kembali menanggung semuanya sendiri, bantuan kesehatan seperti hanya formalitas.

Padahal dalam Pasal 8 Undang-Undang Perlindungan Anak, disebutkan bahwa “Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.
Kondisi ini menggugah kepedulian Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kabupaten Batu Bara, yang, pada Minggu (20/4/2025),mengunjungi kediaman Yulia Khairia.
Kunjungan ini dipimpin langsung oleh Ketua KPAD, Helmi Syam Damanik, SH, MH, CRA, didampingi dr. Etrina Melinda, M.Biomed, serta komisioner Fauzi Triansyah, SP dan Sony Agatha Siahaan, S.Pd.
“Kami sangat prihatin. Di usia lima tahun, Yulia seharusnya bermain dan tumbuh bahagia, bukan terbaring seperti ini karena keterbatasan, Ini bukan soal kasihan, ini soal hak anak yang harus kita dilindungi undang-undang,” tegas Helmi dalam keterangannya.
Dalam kunjungan tersebut, KPAD turut memberikan bantuan berupa sembako seperti beras, susu, dan telur, juga roti sebagai bentuk kepedulian nyata terhadap kondisi ekonomi keluarga Yulia. Namun, mereka menyadari bahwa bantuan tersebut hanya bisa meringankan sesaat.
“Sesuai Pasal 59 Ayat (1) UU Perlindungan Anak, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat dan anak dengan kondisi disabilitas,” Maka, ini bukan belas kasihan, ini mandat konstitusi,” tambah dr. Etrina.
Lantas, di manakah program UHC Batu Bara yang selama ini dielu – elukan apakah hanya berhenti di meja-meja konferensi dan baliho besar di pinggir jalan.
Jika seorang anak sakit kronis hingga lumpuh, dan hanya butuh akses susu serta alat bantu sederhana, masih tidak bisa dibantu secara maksimal oleh sistem, maka jargon “kesehatan untuk semua” patut dipertanyakan.
Yulia Khairia bukan sekadar kasus. Ia adalah wajah dari anak – anak yang haknya diabaikan dalam senyap, jika kita terus diam, maka jangan salahkan rakyat bila akhirnya bersuara lantang mempertanyakan tanggung jawab pemerintah.” tandasnya.
Red